Review : The Conclave (2024)

Kamis, 13 Maret 2025    01:01 WIT    heyitsgwenie

The Conclave bercerita tentang "konklaf" seperti judulnya yang artinya  pertemuan Dewan Kardinal tertutup yang diadakan untuk memilih seorang Sri Paus (Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma), tapi jangan berharap film ini akan mengangkat tema tentang hal religius namun justru mengangkat intrik "politik" di dalam pemilihan Paus. Dimulai dari ambisi dari para calon kandidat Paus, bagaimana cara mereka "mengampanyekan" diri, rahasia-rahasia kelam di dunia keuskupan, serta sisi yang menunjukkan bahwa para Uskup dan Paus itu sendiri adalah bukan manusia suci yang tidak luput dari dosa dan hal duniawi lainnya.

 

 

Baca Lainnya :

Pasca meninggalnya Sri Paus meninggal akibat serangan jantung menyebabkan harus segera ditentukannya pengganti Sri Paus yang baru, dan berkaitan hal tersebut Kardinal Thomas Lawrence langsung menjabat sebagai Dekan Dewan Kardinal untuk dilaksanakannya "Konflaf".

 

 

Adapun pada Konklaf harus terdapat minimal 75 suara untuk dapat terpilih menjadi Sri Paus, dan permasalahannya bukan hanya tentang siapa yang memiliki suara terbanyak dan terkecil, namun bagaimana semua hal terkuak dan menunjukkan setiap celah dari para kandidat yang dinilai tidak pantas untuk menjadi Sri Paus. Konklaf tersebut tidak hanya berlangsung satu kali namun berkali-kali karena dalam setiap pelaksanaannya tidak memenuhi jumlah suara minimal, dan penonton secara tidak langsung diajak untuk masuk ke dalam dunia "politik" untuk pemilihan Sri Paus tersebut. Dimulai dari dinamika perolehan suara dari masing-masing kandidat, dan hasil konklaf itu sendiri.

 

 

Terdapat beberapa ucapan dari Kardinal Lawrence yang justru memiliki benang merah dengan hasil konklaf.

 

 

“If there was only certainty and no doubt, there would be no mystery, and therefore no need for faith”

 

Gongggg banget sih sama endingnya, tapi after all The Conlave pantes banget dikasih rating 9/10.

 

 

The Conclave berhasil memperoleh 8 nominasi Oscar di antaranya Actor in a Leading Role (Ralph Fiennes), Actress in a Supporting Role (Isabella Rossellini), Best Editing (Nick Emerson), Best Production Design (Suzie Davies; Set Decoration: Cynthia Sleiter), Best Adapted Screenplay (Peter Straughan), Best Original Score (Volker Bertelmann), dan Best Costume Design (Lisy Christl). Namun harus cukup puas dengan membawa pulang Best Adapted Screenplay.

 

 

Oh iya, salah satu poin unggulan dari film ini bukan hanya akting epik dari Ralph Fiennes, namun juga sinematografinya yang bagus banget tapi justru ga masuk nominasi Oscar.

 

Meskipun tidak berhasil membawa banyak piala Oscar, namun The Conclave akan menjadi salah satu film terbaik yang pernah ada (ps : Oscar 2025 sedikit kontroversi juga karena “Anora” dinilai tidak layak untuk memborong banyak piala Oscar).